Al-Amanah

Pondok Pesantren Al-Amanah dan Bilingual

Al-Amanah

KH. Nur Cholis Misbah beserta Asatidz

Al-Amanah

Kegiatan Santri

Assalamu'alaikum kawan, Welcome / Ahlan wa Sahlan blog ini didedikasikan untuk bagi-bagi apapun yang bermanfaat yang kamu punya. mari maju bersama

Akhlaq menurut Imam Al-Ghazali dalam “Ihya’ ‘Ulumiddin” adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari sifat itu timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Dari pengertian di atas, akhlaq dapat bernilai baik (mahmudah) dan buruk (madzmumah) tergantung pada usaha individu dalam membentuk kepribadiannya. Sekalipun pada awalnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci, namun dalam perjalanan hidupnya dituntut untuk selalu berada dalam tuntunan agama, baik yang bersifat aqidah, ibadah dan muamalah, serta akhlaq.
Sebenarnya akhlaq merupakan persoalan tertier dibandingkan aqidah, ibadah dan muamalah, ia bersifat tahsiniyat yaitu penyempurna kualitas aqidah, ibadah dan muamalah manusia. Tapi, tanpa keberadaannya kualitas hidup seseorangpun dipertaruhkan baik bagi dirinya sendiri, di hadapan orang lain, lebih-lebih di hadapan Allah swt. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa akhlaq kemudian mutlak diperlukan dalam kehidupan manusia menuju Insan Kamil.
Hal terpenting dari akhlaq adalah peran kedua orang tua, lingkungan dan pergaulan sehari-hari selain kesadaran individual untuk menciptakan kepribadian mulia. Sementara, dalam konteks kehidupan di kampus terdapat beberapa realitas keberagamaan (wujud sikap beragama) mahasiswa, mulai dari ibadah, muamalah serta akhlaq (khususnya pergaulan antara laki-laki dan perempuan/muda-mudi). Dalam hal ibadah dan muamalah, tidak seluruh mahasiswa mampu konsisten melaksanakannya sesuai tuntunan ajaran Islam, dan hal ini dapat dimaklumi karena tingkat pemahaman dan kesadaran agama setiap individu sangat beragam, sekalipun tidak berarti mereka bebas dari beban taklif hukum. Begitu pula dalam hal akhlaq, khususnya pergaulan muda-mudi yang bukan mahram di dunia kampus bukan lagi hal baru, secara syara’ pergaulan muda-mudi yang bukan mahram dibatasi dengan ketentuan-ketentuan syariah.
Khusus persoalan pergaulan muda-mudi di kampus dapat dikategorikan sebagai persoalan muamalah dan akhlaq sekaligus. Termasuk hal muamalah karena adanya interaksi antar manusia dengan tujuan tertentu, demikian pula termasuk hal akhlaq karena terkait dengan sifat individual yang dimiliki. Sehingga segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan dalam hubungannya dengan orang lain (muamalah) harus berdasarkan syariah dan dihiasi oleh nilai-nilai pribadi luhur (akhlaq mahmudah). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pergaulan di kampus adalah:

A. Niat dan motivasi pergaulan hendaknya didasarkan pada Allah semata
Niat merupakan hal penting bagi segala perbuatan, karena akan menentukan maksud dan nilai dari suatu perbuatan. Sebagai suatu perbuatan, pergaulan harus didasari oleh niat yang tepat dan benar sehingga tidak termasuk perbuatan yang keji dan menyesatkan. Niat dikatakan tepat apabila maksud yang dikehendaki tidak melanggar ajaran agama dan dikatakan benar apabila didasarkan keikhlasan dan keridhaan pada Allah semata sebagai bentuk pengabdian teringgi (ibadah). Karena kita tidak diciptakan kecuali (diperintah) untuk beribadah kepada-Nya.

Firman Allah swt.:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”. (Q.S. Al-Bayyinah: 5)

Sabda Rasulullah saw.:
“Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niat-nitanya. Esungguhnya bagi setiap orang adalah apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa (niat) hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (benar-benar) kepada Allah dan Rasul-Nya.dan barang siapa hijrahnya untuk dunia yang ingin diraihnya atau untuk wanita yang dia ingin menikahinya, maka (nilai) hijrahnya (sebatas) kepada apa yang dia berhijrah karenanya”.
(HR. Bukhari-Muslim)

B. Mengucapkan dan menjawab salam bila bertemu
Dalam pergaulan diperlukan adanya sikap saling mengahargai, menghormati dan mengasihi, sehingga terbina hubungan baik antar sesama. Salah satu perbuatan yang mengantarkan ke sana adalah mengucapkan dan menjawab salam bila bertemu. Salam adalah ungkapan suka-cita dan doa semoga keselamatan, kedamaian dan berkah Allah senantiasa tercurah kepada yang disalami. Hukum mengucapkannya adalah sunnat (sebagai akhlaq mahmudah), sedang menjawabnya adalah wajib.

Firman Allah swt.:

“ Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu”. (Q.S. An-Nisa’: 86),


C. Memahami status kemahraman
Dalam Islam terdapat konsep kemahraman sebagai pedoman ibadah, munakahah dan muamalah antara laki-laki dan perempuan. Seseorang yang memilki ikatan kemahraman disebut sebagai mahram dan dilarang melakukan ikatan perkawinan (nikah) karena dipandang memiliki kedekatan darah keturunan dan persaudaraan, sementara Islam sangat menjaga dan memperhatikan aspek keturunan (Hifdzu ad-dien). Sedangkan bagi seseorang yang tidak memiliki ikatan kemahraman dengan orang lain, maka diperbolehkan melakukan ikatan perkawinan. Sebelum terikat tali perkawinaan, seseorang yang bukan mahram dilarang melakukan hubungan antara laki-laki dan perempuan karena dikhawatirkan adanya fitnah dan terjerumus ke dalam godaan (bisikan) syetan.
Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, disebutkan sebuah hadits mengenai macam-macam bisikan terhadap manusia. Rasulullah saw. bersabda:
“Dalam hati manusia itu ada dua bisikan. Pertama, bisikan malaikat; yaitu bisikan yang selalu mendorong untuk berbuat baik, meyakinkan yang benar. Barangsiapa yang merasakan hal itu dalam hatinya, ketahuilah bahwa bisikan itu diridhai Allah. Kedua, bisikan syetan (musuh manusia); yaitu bisikan yang selalu mendorong untuk berbuat jahat dan mendustakan kebenaran serta melarang manusia untuk berbuat baik. Barangsiapa yang merasakan hal itu dalam hatinya, maka segerakan berlindung kepada Allah dari syetan yang terkutuk”. Kemudian (Rasulullah) mengutip firman Allah swt:

“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan; sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

Jadi, mahram adalah orang yang haram dinikahi, sehingga mereka yang memiliki ikatan kemahraman (tidak boleh menikah) justru memiliki kebolehan bergaul, tatap muka dan bersentuhan antara laki-laki dan perempuan semahram dalam batas wajar. Sebaliknya mereka yang tidak memilki ikatan kemahraman, selama belum melakukan ikatan perkawinan (nikah) tidak boleh bergaul, tatap muka bahkan bersentuhan kecuali adanya hajat yang dibenarkan oleh syariat.
Adapun mahram (yang tidak halal/haram dinikahi) ada 14 macam
1. Tujuh orang dari pihak keturunan
a. Ibu dan ibunya (nenek), ibu dari bapak, dan seterusnya sampai ke atas
b. Anak dan cucu, dan seterusnya sampai ke bawah
c. Saudara perempuan seibu-sebapak, sebapak atau seibu saja
d. Saudara perempuan bapak
e. Saudara perempuan ibu
f. Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya
g. Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya
2. Dua orang dari sebab menyusu (susuan)
a. Ibu yang menyusuinya
b. Saudara perempuan sepersusuan
3. Lima orang dari sebab pernikahan
a. Ibu isteri (metua)
b. Anak tiri, apabila sudah campur dengan ibunya
c. Isteri anak (menantu)
d. Isteri bapak (ibu tiri), Q.S. An-Nisa’: 22
e. Dua perempuan yang ada hubungan mahram (tidak boleh dinikahi bersama) seperti dua perempuan bersaudara atau seorang perempuan dimadu dengan saudara perempuan bapaknya, dan seterusnya menurut pertalian mahram di atas)

Firman Allah swt.:

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. An-Nisa’: 23)

D. Larangan bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram
Islam melarang laki-laki dan perempuan bersentuhan kulit. Sentuhan tangan haram hukumnya apalagi ciuman, cubitan mesra, colek mencolek, dekapan, saling gandeng dan saling gendong. Sentuhan dapat membangkitkan birahi. Walaupun sensitivitas masing-masing kulit berbeda, umpamanya kulit tangan beda denga kulit wajah, namun sentuhan tangan adalah awal dari sentuhan lainnya.
Sabda Rasulullah saw.:
“Sesungguhnya salah seorang di antaramu ditikam dari kepalanya dengan jarum besi adalah lebih baik daripada menyentuh seseorang yang bukan mahramnya ”. (HR. Tabrani)
“Tangan Rasulullah saw. tidak pernah sama sekali menyentuh tanganperempuan di dalam bai’at, bai’at Rasulullah dengan mereka adalah berupa ucapan”. (HR. Bukhari)

E. Larangan berkhalwat (bersepi-sepi) bagi laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dalam satu tempat
Sabda Rasulullah saw.:
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi mahramnya, sebab bila demikian syetanlah yang menjadi pihak ketiganya”. (HR. Ahmad)
Dari Jabir, Rasulullah saw. bersabda:
“Janganlah kalian masuk ke tempat wanita yang sendiri karena syetan merasuki seseorang lewat aliran darahnya”. Kami bertanya: “walaupun dirimu?” Beliau menjawab, “Ya, walaupun aku, tetapi Allah menolongku maka aku selamat”. (HR. At-Turmudzi, Ahmad, ad-Darimi)

F. Merendahkan pandangan serta menjaga kemaluan (“harga diri”)
 “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
(Q.S. An-Nur: 30-31)

G. Berpakaian yang tidak menampakkan aurat, perhiasan dan make-up yang tidak berlebihan
“Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat, yaitu kaum yang membawa cambuk seperti ekorsapi yang mereka pakaibuat memukul orang danperempuan yang berpakaian tapi telanjang yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat. Rambutnyaseperti punuk unta. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wangi surga padahal wangi surga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian”. (HR. Muslim)
“Wanita mana saja yang memakai wangian lalu dia berjalan melewati suatu kaum supaya mereka mencium bau wangi itu, berarti dia telah berzina”.
(HR. Ahmad, Nasai, Abu Daud, dan Tirmidzi)

H. Menjauhi perbuatan Zina

“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (Q.S. Al-Isra’: 32)

Leave a Reply